“Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat-syahwat nafsunya di siang hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan karena taat kepada-Nya. Kemudian berbuka dan kembali memenuhi syahwat nafsunya saat malam tiba juga untuk mendekatkan diri kepada Allah dan karena taat kepada-Nya,” urainya.
Ia tidak meninggalkan syahwat nafsunya kecuali dengan perintah Tuhannya dan tidak kembali memenuhi syahwat nafsunya kecuali dengan perintah Tuhannya. “Jadi dalam dua keadaan tersebut, seorang hamba menaati perintah Tuhannya,” tandas Nur Rohmad, juga anggota Tim Aswaja NU Center PCNU Kabupaten Mojokerto ini.
Oleh karenanya, dia menandasi, sungguh disayangkan ketika orang berpuasa dari syahwat nafsunya yang diharamkan untuk sementara waktu saat berpuasa, namun ia tak menjauhi perkara yang diharamkan oleh Allah dalam segala keadaan, baik saat berpuasa maupun di luar puasa.
“Demikian pula, orang yang berpuasa dan menjauhi syahwat nafsunya yang diharamkan sementara waktu saat berpuasa, namun ia berbuka dengan makanan atau minuman yang haram atau melakukan perkara haram lainnya,” tutur Nur Rohmad menjelenterehkan.
Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ والعَمَلَ بهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طعَامَه وشَرَابَه(رواه البخاريّ)
Yang artinya: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dosa dan perbuatan dosa, maka Allah tidak akan menerima puasanya.” (HR Al Bukhari)
Di luar ibadah wajib salat lima waktu dan berpuasa serta menunaikan zakat fitrah, selain aktivitas berburu kesalehan spiritual melalui jalan raya transedental mulai dari menjalankan ibadah sunah santap sahur, salat sunah Tarawih, Taddarus Quran, one day one juz, haji kecil (umroh) dan lainnya.