BANDARLAMPUNG, (LV)
Lain penjelasan, guna perkuat ulasan Yopie Pangkey sebelum soal jenis topeng Sekura didapat dari unggahan Andriansyah, alumnus S1 Sosiologi FISIP Unila 2017 kini mahasiswa S2 Magister Pendidikan dan Kebudayaan FKIP Unila.
Andriansyah mengimbukan, perhelatan tradisi Sekura, merujuk penggunaannya pada pesta topeng yang dilakukan oleh masyarakat terutama di bulan Syawal antara 1-7 Syawal bertepatan Idulfitri ini.
“Persebaran acara sejenis umumnya ada di wilayah Kabupaten Lampung Barat, selain itu persebarannya juga ada di Kabupaten Pesisir Barat dan Kabupaten Tanggamus (di wilayah Kecamatan Semaka),” ulas dia.
Mengulang sebelumnya, setidaknya, ada dua jenis Sekura, Sekura Kamak dan Sekura Betik/Kecah. Topeng Sekura Kamak (kotor) umumnya terbuat dari kayu, kulit pelepah pinang, ataupun sabut gambas (oyong) dengan beragam karakter wajah dan pakaian berpenampilan buruk. Biasanya, pemakainya para pria yang sudah menikah.
Sedang Sekura Kecah/Betik (bersih/baik) menggunakan topeng kain dan pakaian yang lebih rapi. Biasanya, pemakainya para pria bujang (Mekhanai). Sekura ini datang dari berbagai pekon (desa) ke pekon yang mengadakan pesta Sekura.
Tak jarang banyak yang berjualan makanan, sayuran, dan buah-buahan hasil lokal oleh masyarakat bahkan oleh Sekura itu sendiri. Acara Sekura biasanya diselingi Muayak, Nyambai, pencak silat, dan lain-lain dengan kebiasaan puncak yakni Cakak Buah atau panjat pinang, memperebutkan hadiah yang sudah digantung di atasnya.
Soal asal muasal Sekura ini, dari elaborasi Yopie, tersingkap dua versi. Menurut cerita turun temurun yang beredar di masyarakat, budaya Sekura dimulai saat adanya perang saudara. Karena lawan tanding atau lawan berperangnya masih merupakan saudara atau kerabat, mereka akhirnya memakai penutup wajah. Sehingga lawan tak mudah mengenali sekaligus untuk menghilangkan keraguan saat akan menghabisi lawan.
Versi kedua, ada juga yang berpendapat bahwa tradisi Sekura ini merupakan hasil dari asimilasi budaya Hindu dan Islam.
Zaman bergerak. Seiring perkembangan era, tradisi pesta Sekura yang masih terus berlanjut rutin diadakan oleh masyarakat, telah mengalami perubahan fungsi, yakni sebagai ajang untuk mempererat tali temali persaudaraan. Keren, bukan? Bersambung. [red/Muzzamil]