BANDARLAMPUNG –
Asosiasi Penggilingan Padi Rakyat Siger Lampung (ASPPARASILA), komunitas paguyuban pemilik/pengelola pabrik penggilingan padi rakyat skala kecil di 14 kabupaten/kota se-Lampung minus Bandarlampung, terus bergerak memantau dinamika situasi terkait perjuangan ekonomi politik menuntut kondusivitas iklim usaha, praktik persaingan yang sehat, dan keadilan pasar dalam ekosistem perdagangan padi/gabah petani di Lampung.
Awal pekan ini, usai berkesempatan hadir dengar langsung pandangan pemangku kepentingan terkait membahas tudingan komunitas penggilingan padi/gabah skala kecil di Banten dan Lampung soal dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam pembelian padi/gabah petani oleh anak usaha Wilmar Group yang berbasis di Kabupaten Serang, Banten, PT. Wilmar Padi Indonesia (WPI) dalam forum pertemuan fasilitasi terbatas Ombudsman Republik Indonesia di kantor Ombudsman RI, Jl Rasuna Said Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin 12 September 2023.
Setibanya di Lampung, Ketua ASPPARASILA Riyan Suryanto yang hadir bersama empat pengurusnya, pada Kamis (14/9/2023) lalu menginformasikan, pihaknya justru malah turut ditawari utusan Badan Urusan Logistik (Bulog) pada pertemuan itu, untuk menjajaki peluang kerja sama kemitraan eksportasi dan importasi beras. Sebagai bagian solusi mencegah ancaman kebangkrutan massal sedikitnya seribuan unit usaha penggilingan padi/gabah rakyat skala kecil, di Lampung.
Riyan Suryanto dan empat sejawatnya, hadir bersama Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Dr Suwandi, utusan Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Bulog, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pemerintah Provinsi Banten, dan Pemerintah Kabupaten Serang, serta Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).
Selain WPI hadir entitas industri perberasan lainnya, dari PT. Buyung Poetra Sembada.
ASPPARASILA ujar Riyan, saat ini sedang menimbang seksama sejumlah opsi strategi exit way out jangka pendek dan menengah, demi agar kegiatan usaha ekonomi jasa penggilingan padi/gabah skala kecil milik anggotanya tetap dapat beroperasi, bagian dari 150 ribuan unit usaha itu se-Indonesia.
Strategi jangka pendek tersebut, antara lain advokasi kebijakan dan desakan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung berlaku tegas dan persisten tanpa tebang pilih dalam menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung Nomor 7 Tahun tentang Pengelolaan Distribusi Gabah.
Riyan berujar, lahirnya Perda ini menimbang bahwa dalam rangka mewujudkan sasaran peningkatan produktivitas dan produksi gabah, dan penerapan distribusi gabah yang berimbang, sehingga perlunya diatur tertib penataan pendistribusiannya.
Dan, dalam upaya pemerataan ketersediaan pangan dan ketahanan pangan merupakan hal yang penting untuk menjaga dan mensejahterakan rakyat khususnya di Lampung, perlu diberi dukungan kebijakan yang bersifat perlindungan dari pemerintah.
ASPPARASILA juga melakukan konsolidasi bersama aset anggota untuk mengukur kapasitas modal dan kapitalisasi usaha. Dan perumusan edukasi pentingnya berjejaring dalam luar negeri dalam rangka merebut celah peluang eksportasi-importasi beras melalui pembentukan koperasi modern.
“Ini terkait strategi jangka memengah kami, hilirisasi melalui korporatisasi pertanian. Selain advokasi kebijakan tata kelola sistem industri perberasan nasional dan daerah,” ujar Riyan, didampingi oleh sekretaris Umar dan wakil ketua Dwi Wahyudi, dalam keterangannya, Minggu (17/9/2023).
Sebelumnya, Ombudsman RI selaku lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk BUMN/BUMD, Badan Hukum Milik Negara, serta badan swasta/perseorangan yang ditugasi untuk menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian/seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD ini, menginisiasi pertemuan fasilitasi 12 September lalu.
Ombudsman RI mengklaim telah menerima berbagai informasi matinya usaha ekonomi jasa penggilingan padi kecil di Banten dan provinsi lainnya.
Menurut Ombudsman, penyebab utamanya karena belum adanya program tata kelola penggilingan padi yang optimal melayani puluhan juta petani Indonesia. “Hal tersebut merupakan bentuk potensi gangguan pada layanan jasa dan barang, berupa ketersediaan pangan pokok masyarakat,” tulis Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, dalam suratnya, Selasa (6/9/2023).
Dari itu ujarnya, dalam rangka memperkuat program revitalisasi penggilingan padi dan membangun iklim usaha yang sehat di industri padi nasional, Ombudsman jemput bola menginisiasi pertemuan tersebut.
Dalam siaran persnya, lembaga negara bentukan UU 37/2008 yang disahkan DPR 9 September 2008 ini menyebut pertemuan itu untuk “melihat peta permasalahan dan solusi dibalik meningkatnya harga beras”.
Enggan ahistoris, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika pada Rabu (13/9/2023), mengingatkan pemerintah lakukan mitigasi serius terhadap dampak ditimbulkan dari kenaikan harga beras, dengan menimbang seluruh kemungkinan terburuk. Sehingga, naiknya harga beras tak berdampak besar seperti ditimbulkan saat kenaikan harga minyak goreng (migor) tahun 2022 lalu.
Yeka menyebut, berkaca pada kasus migor, kesalahan pemerintah yakni terletak pada ketidakmampuan mitigasi terhadap harga minyak sawit (CPO) yang sebenarnya telah terpantau meningkat pada tahun 2020.
“Dan akhirnya pada 2022 kita mengalami permasalahan kenaikan harga migor. Ini jangan sampai terulang kembali, karena saat ini harga gabah dan beras juga sudah mulai alami peningkatan,” lugas Yeka.
Dia melihat ada tiga faktor pemengaruh kenaikan harga beras. Yakni, berkurangnya pasokan gabah ke penggilingan padi, adanya kesenjangan antara kapasitas penggilingan padi terpasang dengan produksi gabah, dan menipisnya suplai beras di dunia.
Terkait penyebab pertama, Ombudsman melihat saat ini dengan makin kecilnya luas penguasaan lahan sawah mengakibatkan motivasi petani menahan gabah lebih tinggi daripada menjual gabah.
“Contoh kasus yang terjadi di Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, tak ada satu pun petani jual gabah hasil panennya. Lebih memilih menyimpan, lalu menggiling gabahnya sesuai keperluan sehari-hari. Dengan seperti itu, menurut hitungan mereka, sama dengan membeli beras dengan harga jauh lebih murah. Akibat kondisi ini, suplai gabah di pasar jadi berkurang,” Yeka memisalkan.
Terkait penyebab kedua, berdasarkan data Perpadi, kapasitas terpasang mesin penggilingan padi saat ini mampu untuk memproduksi 100 juta ton/tahun sementara suplainya hanya berkisar 54 juta ton/tahun.
“Sehingga semua penggilingan padi berjalan di bawah kapasitas produksinya yang mengakibatkan rebutan gabah di tingkat penggilingan padi. Alhasil, harga gabah naik tidak karu- karuan,” beber Yeka.
Penyebab ketiga, suplai beras di pasar global telah menipis berimbas mahalnya beras, terindikasi dari sulitnya mencari beras impor. Padahal Bulog masih ada kewajiban impor 400 ribu ton beras lagi.
Selain itu, tak kalah penting, “Bulog perlu melakukan evaluasi tata kelola impor beras yang dilakukan selama ini, agar Indonesia mampu berstrategi untuk mendapatkan beras impor ditengah tipisnya suplai beras di pasar internasional,” sebut dia.
Menyikapi kondisi tersebut, Ombudsman RI mendorong pemerintah melakukan evaluasi penerapan kebijakan HET (Harga Eceran Tertinggi) beras. “HET ini hanya berlaku di pasar modern, di pasar tradisional HET ini kerap dilanggar sehingga tidak terwujud. Evaluasi HET akan memperlancar pasokan beras di pasar modern.”
Saat ini beber dia, beberapa pasar modern sudah melakukan pembatasan pembelian beras. “Ini tidak boleh terjadi, karena bisa memicu panic buying,” cetus Yeka.
Berkaca lagi pada kasus migor, Yeka menegaskan pemerintah perlu jujur mengkomunikasikan masalah ini kepada masyarakat sambil susun langkah cepat meningkatkan produksi beras dalam negeri.
Terakhir, dalam rangka membangun iklim usaha kondusif, Ombudsman mendorong pemerintah menjadi fasilitator membangun kerja sama antara penggilingan padi skala kecil dan skala besar.
Mewanti kesekian kali soal lesson learned, Yeka mengingatkan, jangan sampai kasus PT Indo Beras Unggul (IBU) terulang lagi akibat persaingan mendapatkan gabah antar penggilingan padi. Karena tak ada keuntungan akibat kejadian masa lalu itu. (rls)
Ada pun sebelumnya, ASPPARASILA juga mempermaklumkan rencana menggelar sejumlah agenda penyampaian pendapat di muka umum, dalam waktu dekat.
Menyusul, ancaman kebangkrutan usaha ekonomi partikelir rerata anggotanya yang tersebar di seluruh Lampung, ulah indikasi serius dan dugaan kuat terjadinya praktik monopoli pembelian padi/gabah petani oleh sebuah korporasi raksasa melalui sejumlah modus operandi yang diklaim ASPPARASILA berimbas negatif terhadap nasib kinerja usahanya dan berkontribusi memporak-porandakan periuk nasi pelaku usaha jasa penggilingan padi/gabah Bumi Ruwa Jurai.
ASPPARASILA mempermaklumkan pihaknya berencana menempuh sejumlah agenda audiensi, demonstrasi, korespondensi, petisi, dan pengaduan ke institusi terkait, seputar aspirasi asosiasi ini menggugat dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang menurut tudingan mereka dilakukan oleh WPI.
Informasi, ASPPARASILA yang berpusat di sentra produksi padi Lampung Selatan ini terus melancarkan konsolidasi utama,usai kepulangan 100an orang anggotanya ikut bersolidaritas dalam unjuk rasa entitas sejawat, Komunitas Penggilingan Padi Banten, di depan kantor PT. WPI, Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, 30 Agustus 2023 lalu.
Lalu maraton, menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pimpinan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Ruang Rapat Komite II DPD RI, Gedung B kompleks MPR/DPR/DPD RI Senayan Jakarta yang didampingi oleh Ketua DPD Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Lampung, Abu Hasan, pada esoknya, 31 Agustus 2023.
Dilaporkan, konsolidasi ASPPARASILA guna menindaklanjuti antara lain hasil unjuk rasa sejawat Banten 30 Agustus yang juga telah disikapi Pemprov Banten dengan memediasi pihak Komunitas Penggilingan Padi Banten dan WPI dalam rapat di kantor Pemprov Banten membahas soal dugaan monopoli itu dan solusinya, pada 5 September 2023. Mediasi dipimpin Kadis Pertanian Banten Ahmad Tauchid itu alot bahkan deadlock, diwarnai keukeuh kedua pihak saling adu data.
Serta, dinamika perjalanan pengaduan berwakil ASPPARASILA kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan secara verbal dan tertulis, sebagai bagian dari bundel lima pointers permasalahan pokok rakyat Lampung yang diadvokasi oleh DPD JAMAN Lampung, saat bertemu dengan Presiden Jokowi di sela membuka Rapimnas JAMAN 2023 di Kota Cirebon, Jawa Barat pada 29 Agustus 2023 lalu.
Mau pun, yang juga telah ditindaklanjuti oleh anggota DPD/MPR RI dapil Lampung nomor anggota B32, Dr Bustami Zainudin, dalam kapasitasnya selaku Wakil Ketua II Komite II DPD RI, meneruskannya kepada Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, dan Ketua DPD RI La Nyala Mahmud Mattalitti pada 31 Agustus usai RDPU.
Ketua Pengurus Wilayah ASPPARASILA, Riyan Suryanto, didampingi sekretaris Umar, melalui siaran pers yang diterima wartawan di Bandarlampung, Sabtu (9/9/2023), selain menjelaskan perkembangan perjuangan asosiasi, juga mengharapkan dukungan multipihak, tak terkecuali media massa.
“Kami telah informasikan ke seluruh pelaku usaha pengilingan padi/gabah rakyat di seluruh Lampung menyikapi hal tersebut. Kami terus ‘puling’ (kumpul keliling) bahas program kerja dan langkah perjuangan ke depan. Kami terancam bangkrut massal,” ujar Riyan Suryanto diamini Umar.
Keduanya merincikan 14 koordinator daerah ASPPARASILA Kabupaten/Kota di Lampung minus Bandarlampung, terus berkonsolidasi rapatkan barisan, menyatukan pandangan.
“Kami mohon Presiden Jokowi turun tangan cawe-cawe. Juga Ketua DPR, Ketua DPD RI. Selain periuk kami, ini juga soal sokoguru ketahanan pangan. Kami minta dukungan komunitas penggilingan gabah/padi se-Indonesia, rakyat tani perdesaan, pelaku UMKM, gerakan mahasiswa, media massa. Berpisah kita berjuang, bersatu kita memukul,” pinta Riyan bersemangat.
Bagian lain siaran persnya, Riyan menyebut pihaknya memandang perlu menindaklanjuti hasil dari tiga agenda perjuangan tersebut, dengan berkorespondensi via pengaduan mau pun untuk kebutuhan tertentu yang diperlukan disertai dengan aksi delegasi, ke sejumlah institusi terkait.
Mulai dari Bupati/Walikota masing-masing, Gubernur Lampung, Ketua DPRD Lampung, Kepala Bapanas dan Dirut Bulog, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi UKM, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Menteri BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, Kepala Staf Presiden, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman dan Investasi, Kepala Ombudsman RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), dan Kepala KPPU Perwakilan Lampung.
Dikonfirmasi ulang via saluran elektronik, Riyan mengaku pihaknya siap lahir batin.
“Kami tak ingin adu otot. Kami siap adu data. Kami tahu WPI ini perusahaan PMA, kami tak anti modal asing. Kami juga tak ada sponsor gelap. Sponsor kami jelas, Tuhan Yang Maha Esa, anak istri di rumah. Problemnya, praktik monopoli demonstratif banget, apalagi di Lampung Selatan. Pabrik saya sendiri aja udah terancam bangkrut, kadang pasrah aja sama Yang Maha Esa. Urusan begini (perjuangan ASPPARASILA) kami bela-belain tinggalin kerjaan,” ungkap Riyan sedih.
“Kami akan gerak maraton adukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh WPI ini. Kami minta negara hadir. Kami ini pelaku usaha mikro kecil juga, periuk nasi kami terancam terguling. Jangan tunggu kami bangkrut pak Presiden. Kami tak bisa tinggal diam. Diam melihat penindasan bagi kami tak ubahnya bagian dari penindasan itu sendiri. Lawan!” seru dia bertekad.
Sementara, pendamping ASPPARASILA, Ketua DPD JAMAN Lampung, Abu Hasan, dihubungi terpisah memberikan informasi mengejutkan. Abu Hasan mengatakan, usai pihaknya melapor sekilas kepada Presiden Jokowi di sela acara pembukaan Rapimnas JAMAN di Cirebon, disebutkan dia hingga sekarang ini aspirasi ASPPARASILA masih sedang dalam pencermatan pihak Istana.
“Update lengkapnya sabar ya. JAMAN ikut dan tegak lurus arahan Presiden. Pastinya, sebab ini sangat penting. Terkait ekosistem ketahanan pangan kita, alih-alih ancaman krisis pangan akibat El Nino saat ini nyata kan. Kami yakin kita semua sepakat, denyut nadi penggilingan padi/gabah rakyat harus diproteksi, harus berdaulat di negeri sendiri. JAMAN bagian penyambung lidah mereka,” Abu impresif. [red/Muzzamil]