Mengurai Sengkarut Pengelolaan Parkir di Tubaba: Saat Tupoksi dan Regulasi Dipertaruhkan

Mengurai Sengkarut Pengelolaan
Potret Pelataran Pasar (Parkir) IST
BANDAR LAMPUNG PROV LAMPUNG TULANG BAWANG BARAT

LAMPUNG, (LV) –
Diskursus mengenai pengelolaan parkir di kawasan pasar kembali menjadi sorotan, terutama setelah Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Tulang Bawang Barat dilaporkan mengambil alih aset parkir tanpa dasar hukum yang jelas. Fenomena ini mengundang berbagai tanggapan dari akademisi dan praktisi hukum.

Dalam pandangan Marlia Eka Putri, S.H., M.H., akademisi Universitas Lampung (Unila) di bidang Hukum Administrasi Negara, pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan retribusi parkir, namun hal ini harus berlandaskan hukum. Ia menyatakan,

“Aparat pemerintah hanya dapat bekerja berdasarkan kewenangan atributif yang diatur dalam hukum. Tanpa dasar hukum, pengelolaan parkir oleh Koperindag berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.”

Marlia menyoroti pentingnya mekanisme pengelolaan yang sesuai dengan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. “Idealnya harus berlandasan hukum. Jika mekanisme BLUD tidak diterapkan, pengelolaan parkir tanpa regulasi yang jelas dapat dinyatakan cacat administrasi dan menjadi temuan dalam audit keuangan,” tegasnya.

Studi Kasus empat Pasar di Tulangbawang Barat (Tubaba)

Fenomena yang terjadi di Pasar, Kabupaten Tulang Bawang Barat sangat tampak kerancuannya, pelimpahan kewenangan hanya berdasarkan usulan Panitia Khusus (Pansus) DPRD setempat, aset parkir yang sebelumnya dikelola Dishub dialihkan ke Dinas Koperindag tanpa regulasi yang jelas.

Studi Kasus di Kabupaten Tulang Bawang Barat menunjukkan, dapat menjadi contoh nyata tantangan dalam pengelolaan parkir. Atas usul Panitia Khusus (Pansus) DPRD setempat, aset parkir yang sebelumnya dikelola oleh Dinas Perhubungan (Dishub) dialihkan ke Dinas Koperindag tanpa regulasi teknis yang sah.

Fakta lapangan Koperindag mengelola empat aset parkir pasar, termasuk pasar Pulung Kencana, Panaragan Jaya, pasar Dayamurni, dan Pasar Mulya Asri, serta mengambil retribusi parkir di bahu jalan meskipun mekanisme pengelolaannya dipertanyakan.

Lukman Hakim, S.P., M.M., seorang dosen Prodi Manajemen di Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya sekaligus mantan jurnalis, turut menunjukkan responsibility atas pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam pengelolaan retribusi parkir.

Menurutnya, pengelolaan parkir di kawasan pasar oleh Koperindag hanya bisa dilakukan melalui pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan regulasi yang sah, seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

“Penetapan status BLUD adalah langkah mutlak untuk memberikan landasan hukum yang kuat. Hal ini harus disertai dengan mekanisme pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ujar Lukman dalam keterangannya, Rabu (8/01/2025).

Lukman melalui pandangannya, bahwa pelayanan BLUD harus berbasis kinerja dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat tanpa membebani secara berlebihan. Ia menambahkan, “Setiap daerah harus memastikan bahwa pengelolaan retribusi parkir tidak bertentangan dengan regulasi lain dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain, seperti Dinas Perhubungan.”

Pengelolaan ini menuai kritik karena dinilai melanggar asas legalitas dan akuntabilitas. “Tanpa regulasi yang jelas, pengelolaan parkir oleh Koperindag dapat memicu konflik kewenangan antar OPD dan berpotensi merugikan masyarakat,” ujar Lukman.

Pentingnya Landasan Hukum yang Kuat para pakar sepakat bahwa pengelolaan parkir harus berlandaskan regulasi yang jelas dan tidak tumpang tindih. Perubahan tata kelola hanya dapat dilakukan melalui reformasi birokrasi yang terencana dengan baik, termasuk pembentukan BLUD yang transparan.

“Pada akhirnya, yang terpenting adalah memastikan seluruh hasil retribusi masuk ke kas daerah, sebagaimana diatur dalam hukum pajak dan retribusi daerah. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas,” pungkas Marlia.

Sebagai acuan pada Regulasi Pengelolaan Parkir telah diatur dalam Undang-Undang UU No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada pasal-pasal terkait retribusi parkir, dijelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan parkir, baik melalui perangkat daerah tertentu maupun dengan melibatkan pihak ketiga mengacu pada Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 harus dipenuhi.

Pewarta: Yoga Pratama

Loading