Mendinamisasi, SAS Institute terkait kapitalisasi mahadata dalam tata kelola organisasi, mempertimbangkan dua dimensi tambahan yang baik juga.
Yakni, variabilitas, selain velositas dan varietas data yang meningkat, aliran data tak dapat diprediksi –sering berubah, sangat bervariasi, dan ini menantang, tetapi bisnis perlu tahu kapan sesuatu sedang tren di media sosial, bagaimana mengelola beban puncak data harian/musiman/yang dipicu oleh peristiwa.
Serta, veracity, mengacu kualitas data, sebab data berasal dari begitu banyak sumber berbeda, sulit menautkan, mencocokkan, membersihkan, dan mengubah data di seluruh sistem. Bisnis perlu menghubungkan dan mengorelasikan hubungan, hierarki, dan berbagai hubungan data. Jika tidak, data mereka dapat dengan cepat lepas kendali. Nah, awas cuy!
Filsuf muda Martin Surajaya, sejumlah artikel pencerahannya serius menohok bahwa dengan mahadata maka masa depan demokrasi, didalamnya juga demokrasi Indonesia, jika diseriusi dan disokong kuat kemauan politik negara, bisa diwujudnyatakan hingga manifes ke titik paling kulminatif, menjadi datakrasi, alias demokrasi data.
Mantan ketum PRD, mantan anggota DPR yang juga Ketua Umum Inovator Indonesia 4.0 Budiman Sudjatmiko, mencermati pula mahadata dapat jadi solusi penanganan pandemi.
Jebolan Oxford ini kerap bersuara, tak ada yang tak bisa didaya-upaya, pun halnya mengalgoritmakan imajinasi manusia, dengan mahadata.