Ketika Kebaikan Tak Lagi Diingat

Ketika Kebaikan Tak Lagi Diingat
OPINI DAN PUISI

Oleh: Basri Subur, M.S. (Ayah Tren)

Di tengah hiruk pikuk dunia yang serba cepat, sering kali kita lupa bahwa hati manusia bisa sangat rapuh. Terlebih ketika kita berada dalam situasi yang sunyi, sepi, dan seolah dilupakan oleh mereka yang dulu memuji, memanggil kita dengan sebutan hangat, “ayah“abang”, “kakak”, atau “sayang”.

Ketika aktivitas kita mulai menurun, saat harapan nyaris padam, di sanalah wajah-wajah baru muncul, menggantikan posisi yang dulu pernah kita duduki. Kebaikan yang telah kita tabur seakan tak berjejak. Pujian yang dulu deras mengalir, kini terasa asing, bahkan menghilang. Yang tertinggal hanyalah kenangan dan tanda tanya: Apakah semua yang pernah kulakukan sungguh berarti?

Di dunia yang kerap ditentukan oleh citra, pengaruh, dan angka, terutama di ruang-ruang APK, tempat berkumpulnya ambisi, strategi, dan pencitraan, kita menemukan kenyataan yang getir. Bahwa sering kali, bukan ketulusan yang menjadi ukuran, tapi seberapa bermanfaat dirimu bagi kepentingan sesaat orang lain.

Tak sedikit yang datang mendekat saat kita berjaya, lalu pergi diam-diam saat kita mulai meredup. Dan di antara semua itu, yang paling menyakitkan bukanlah pengkhianatan terang-terangan, melainkan keheningan dari orang-orang yang dulu begitu dekat.

Namun meski begitu, jangan biarkan luka menjadikan kita lemah. Hadapilah semua dengan lapang dada. Jangan balas dengan dendam, cukup dengan doa. Doakan mereka yang menyakiti, yang menjauh, yang pura-pura lupa. Sebab doa adalah kekuatan terakhir orang-orang yang tetap ingin baik, meski diperlakukan tidak baik.

Karena di ujung jalan yang sunyi, Tuhan tetap melihat. Dan Dia tak pernah lupa pada satu pun kebaikan, sekecil apa pun itu.

Loading