Inspirasi Junaedi RM Minang Indah: Tamatan SMP, Berbisnis Dari Nol, Kian Moncer Di Tengah Pandemi (2)

(Pemilik RM Minang Indah Grup Junaedi (45), dan istri, Asih Liawati (38), saat pembukaan cabang ke-12 RM Minang Indah, Jl Gajah Mada 49, Kotabaru, Tanjungkarang Timur, Kota Bandarlampung, 15 Juli 2020. | dokpri)
PROFIL & SOSOK

LV:BANDARLAMPUNG –
Sidang Pembaca, kita lanjut. Jujur, butuh hampir tujuh bulan lamanya bagi redaksi untuk bisa menuangkan sekelumit kisah hidup dan perjuangan kehidupan pengusaha kuliner sukses, pemilik Rumah Makan (RM) Minang Indah Grup, Junaedi (45), hingga terwujud dalam artikel ini.

Keputusan berani Junaedi yang baru lulus SMP di kampung halamannya, Wangon, Banyumas, Jawa Tengah, merantau ke Jakarta tahun 1991, mulai dengan bekerja jadi karyawan pada RM Minang Putra, Pluit, Jakarta Utara.

Tak seperti kebanyakan teman sebaya yang mesti sekolah demi masa depan, Junaedi remaja rela kehilangan indah masa SMA. “Sekolah” di Minang Putra, dia belajar hebat menyambung hidup, dia berkeringat memompa semangat. Empat dasa, hingga 1995.

Menginjak usia 20, pindah ke RM Citra Minang, Jl Peta Selatan, seputar Citra Garden City 1 Kalideres, Jakarta Barat. Juga empat tahun, 1995 hingga 1998.

(Tamatan SMPN 1 Wangon, Banyumas Jawa Tengah, tahun 1991 ini 29 tahun kemudian menjelma jadi pengusaha kuliner sukses di tanah rantau. Dialah pemilik RM Minang Indah Grup, yang juga Ketua Bidang Pengembangan Usaha DPD PBL Lampung, Junaedi. | dokpri)

 

Di kawasan Petsel, nama tenar Jl Peta Selatan yang tembus arah Rawa Bokor, Benda, Tangerang, Banten itu, Junaedi bekerja pada Kang Ayi, demikian dia biasa memanggil salah satu bekas sesama rekan kerjanya, saat di Pluit.

Kang Ayi karyawan lama. Dia lebih dulu berhenti kerja, mencoba peruntungan baru, membuka rumah makan sendiri.

Dipaksa mengingat kembali, Junaedi akhirnya ingat, RM itu kini tak ada lagi.

Baca Juga:  "Rakyat Tidak Boleh Susah, Tetangga Sakit Kita Bantu" (5)

“Kang Ayi senior, dah buka duluan baru aku ikut kerja. Kang Ayi orang Cianjur. Tapi dulu ada panggilan ngajar kayaknya, pulang kampung jadi guru,” Junaedi tetiba hapal usai dipaksa, saat dikonfirmasi Rabu (22/7/2020) siang.

Sampai sini, dia merasakan masa sulit. Tak begitu rinci, bagaimana ceritanya hingga Junaedi pun mesti menjumpai kenyataan pahit. Sebulan menganggur, Junaedi terlilit. Dia tegambuy.

Derita batin ini bak meluluhkan Tuhan, menggiring jejak kakinya melenggang ke tanah Sumatera, pulau seberang.

Intervensi Allah Yang Maha Kuasa, hadir lewat kakak sepupunya –saat itu kerja sebagai chef masakan salah satu restoran seafood, di bilangan daerah Bumi Waras, Telukbetung Selatan, Bandarlampung.

“Saya satu bulan nganggur cari kerja sana-sini. Akhirnya dapet di RM Danau Di Ateh, By Pass. Dua bulan,” lanjutnya, terselamatkan sepupu, sang perantara.

Turut dicek, RM tepi Jl Soekarno-Hatta Waydadi, Sukarame, Bandarlampung itu sepertinya juga tak lagi beroperasi.

Adapun sepupunya, menikah dengan warga Padangcermin, Pesawaran, kini balik menetap di Wangon, Banyumas.

“Tapi si kakak lagi merintis buka usaha pecel lele di (Bhumi Marinir Pangkalan TNI Angkatan Laut) Piabung sama sodara juga yang (jadi prajurit) AL,” terang Junaedi.

Kapan pastinya Junaedi pertama kali menginjakkan kakinya di Lampung? Bagaimana suka dukanya kian jauh merantau demi menyambung hidup?

“Ya saya masuk Lampung, 1998. Final Piala Dunia Prancis vs Brasil saya dah di Lampung A’ (dari bahasa Sunda Aa’, sebutan bagi kakak laki-laki, red),” dia menanda. Merujuk keterangannya, ini persisnya tepat bulan Juli.

Baca Juga:  Surat Terbuka Deputi BNPB Untuk Relawan Antisipasi La Nina, Kepoin Juga Juara Tangguh Awards 2020

Olah data, debut final Piala Dunia FIFA 1998 berlangsung 12 Juli 1998 (atau 13 Juli 1998 pukul dua dini hari WIB), di Stade de France di Saint-Denis, Prancis. Tuan rumah dipimpin kapten Zinedine Zidane (terpilih jadi pemain terbaik) berhasil juara 1 usai menang 3-0 atas petahana PD 1994, Brasil.

Lantaran penggila sepak bola, bisa jadi Junaedi termasuk yang rela begadang demi lalap habis tontonan live jutaan pemirsa televisi sejagat, saat itu.

Dari Danau Di Ateh, tempat perdana mengenal Lampung, dia lalu pindah ke RM Antika, Natar. Ketika setahun dua bulan kerja disinilah, kurun 1998-1999, jejaka tulen Junaedi bertemu jodoh. Siapakah perempuan beruntung itu?

Asih Liawati (38) namanya. Junaedi jatuh hati pada warga Bumisari, Natar, bekas pacarnya yang kelak dia peristri. “Disini ketemu calon istri. Dari Antika, pindah ke RM Danau Kembar, nikah sampai punya anak satu,” imbuhnya.

Mereka menikah 31 Agustus 2003. Memberi gambaran sosok sang istri, Junaedi terkesan atas totalitas bakti soulmate-nya itu –istrinya bungsu di keluarganya, mengurus hingga wafat ibu kandung, yang juga ibu mertuanya.

Bicara Danau Kembar, bagi warga kota penyuka masakan Padang, atau warga pelintas transit Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) ke arah Sumatera Selatan dan seterusnya, ini RM legendaris.

Yang masih ingat, letaknya strategis, di Bundaran Rajabasa, pinggir pertemuan Jl ZA Pagar Alam, dan Jalan Lintas Tengah, sepelemparan batu dari Pos Polantas Rajabasa, Bandarlampung.

Baca Juga:  "Terima Kasih Ya Allah, Telah Mengabulkan Doa-Doa Kami"

Danau Kembar kini tak ada lagi. Jejak tempatnya lenyap berganti rupa, tetapi tidak dengan kelebat ilmunya. Junaedi, yang telah jadi ayah, 5 tahun lebih kerja disana, akhir 1999 hingga 2005.

Lanjut setahun kerja ke RM Dina Natar, sekarang jadi RM Gambreng depan Chandra Superstore Natar, pada 2005.

Fase transisi karir Junaedi, dari hanya seorang pelayan hingga jadi pengelola restoran sebelum dia memuncak naik kelas, berlangsung pada 2006-2008.

“Sempat kelola juga di Bumisari. RM Kejora Indah (sekarang Fajar Hikmah). Iya lumayan lama juga. Belum (punya sendiri), kelola saja punya orang, tapi tanggung jawab full,” ulasnya memutar ulang memori tempat kerja, sekaligus pengembaraan terakhirnya kala itu.

Sebelum, tiba saatnya dengan seizin Tuhan, dia mengeksekusi ketetapan hati. Berani keluar dari zona nyaman.

15 tahun lamanya kenyang bekerja, Junaedi ambil keputusan berani satu lagi. Mantap hati, berhenti bekerja –ikut orang, selangkah maju meniatkan diri buka usaha sendiri. Berdikari.

Baginya, kenyang perut tak linear dengan akal nakal memijar. Dari itu dia tak pernah kenyang belajar.

Bagaimana Junaedi berproses? Dari mana muasal nama RM Minang Indah yang kini jadi sumber penghidupan, sekaligus jadi kebanggaan keluarga, karyawan, serta para mitra bisnisnya?

Petuah bijak bekas majikannya saat bekerja di Pluit, Jakarta Utara begitu membekas di benaknya. Nasihat emas yang ikut membentuk ketangguhannya mendulang sukses. Penasaran? Simak terus ya. Bersambung. [red/Muzzamil]

 883 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.