Bandar Lampung, (LV)
Takbir menggema! Bangsa Indonesia tahun ini bersua dua kali jatuh Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1443 Hijriyah, yakni pada Sabtu, 9 Juli 2022 bagi warga Persyarikatan Muhammadiyah, dan pada Minggu, 10 Juli 2022 bagi umat Islam yang lain termasuk warga Nahdlatul Ulama.
Menjelang datangnya, demi menunaikan ibadah berkurban, menyembelih hewan ternak atau Al-An’am, sebagai hewan kurban sesuai dengan yang disyaratkan dan disyariatkan, seperti kambing atau domba, sapi atau kerbau dan unta; tak dibolehkan diganti hewan lain seperti ayam walau 100 ekor termasuk kalkun, bangsa itik (angsa, bebek), dan burung puyuh; segenap umat Islam sedunia termasuk penjuru Lampung, bersuka cita menyambut, persiapkannya.
Per definisi, Qurban berasal dari bahasa Arab, berarti pendekatan diri, dalam Islam dikenal sebagai udhiyah. Aktivitas fisiknya, penyembelihan hewan ternak bersyarat, dilakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Pencipta.
Udhiyah menurut dua pengertian: kambing yang disembelih saat waktu salat sunnah Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha. Secara harafiah, udhiyah ialah hewan ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri atau ‘taqarruban’ kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) dengan syarat-syarat tertentu atau Syarh Minhaj.
Alkisah, sejarah kurban atau Qurban, dari sudut fiqih notabene dapat dirunut dari dua firman Allah SWT dalam Quran Surat (QS) Al Maa’idah ayat 27, QS As-Shaaffaat ayat 102.
Disini diketahui, berkurban adalah bagian syariat Islam yang ada sejak manusia ada.
Dimulai dari zaman Nabi pertama, Adam ‘Alaihi Sallam (AS), saat Habil dan Qabil, dua putranya, diperintahkan berkurban. Seperti firman Allah SWT QS Al Maa’idah ayat 27:
“Watlu’alaihim naba abnai Aadama bilhaqq; iz qarrabaa qurbaanan fatuqubbila min ahadihimaa wa lam yutaqabbal minal aakhari qaala la aqtulannnaka qaala innamaa yataqabbalul laahu minal muttaqiin.”_
Per transliterasi Indonesia, berbunyi:
_”Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”_
Setelah Allah mengisahkan kedurhakaan Bani Israil, pada ayat ini diceritakan pula kedengkian salah satu putra Adam. Kisah diawali perintah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam (SAW) untuk mengisahkannya.
“Dan ceritakanlah, wahai Muhammad, yang sebenarnya kepada mereka, kaum Yahudi, tentang kisah kedua putra Adam, Qabil dan Habil, saat mempersembahkan kurban.”
Muhammad SAW diperintah membacakan kisah kedua putra Adam AS. Saat mereka berkurban, satu diterima satu tidak, yang tak diterima kurbannya bertekad bunuh saudaranya, yang diancam menjawab dia berserah pada Allah sebab Allah hanya akan menerima kurban dari orang-orang takwa.
Diriwayatkan Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan lain-lain, Qabil memiliki ladang pertanian, Habil punya peternakan kambing. Keduanya punya saudara kembar perempuan. Waktu itu Allah mewahyukan Adam agar Qabil dikawinkan dengan saudari kembar Habil.
Dengan perkawinan itu Qabil tidak senang dan marah, kenapa? Sebab saudari kembar Qabil lebih cantik. Keduanya, sama-sama menghendaki saudari cantik itu. Akhirnya, Adam menyuruh Qabil dan Habil berkurban guna mengetahui siapa yang akan diterima kurbannya. Qabil berkurban hasil pertanian dan yang diberikan bermutu rendah, Habil berkurban kambing pilihannya yang baik.
Allah menerima kurban Habil, dan Habil-lah yang dibenarkan mengawini saudari kembar Qabil. Dari itu bertambah keraslah amarah dan kedengkian Qabil sehingga bertekad membunuh Habil. Tanda-tanda kurban yang diterima itu: dimakan api sampai habis.
Hikmah peristiwa ini, apa yang dinafkahkan seharusnya tak sekedar mengharap pujian dan sanjungan, tetapi hendaklah dilakukan ikhlas agar diterima Allah SWT. Demikian disarikan dari situs Kementerian Agama.
Kisah qurban kedua yang Qur’an ceritakan yakni turunnya perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra tercintanya, Nabi Ismail AS. Dan berkat kecintaan tiada dua Ibrahim kepada, dan atas keikhlasan tertingginya dan juga Ismail jalankan perintah dari Allah, keajaiban tiada tanding atau lazim disebut mukjizat Allah Ta’ala Maha Pencipta datang: saat hendak disembelih sang ayah, tetiba tubuh Ismail Allah gantikan dengan seekor domba.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS As-Shaaffaat ayat 102:
“Falamma balagha ma’a hus sa’ya qoola yaa buniya inniii araa fil manaami anniii azbahuka fanzur maazaa taraa; qoola yaaa abatif ‘al maa tu’maru satajidunii in shaaa’allaahu minas saabiriin.”_
Per transliterasi, berbunyi:
_”Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Inshaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”_
Dari itu, Rasulullah SAW lalu menetapkan ibadah kurban sebagai bagian dari syariat Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.
Disyariatkannya kurban sebagai simbol pengorbanan hamba Allah dan bentuk ketaatan serta rasa syukur atas nikmat kehidupan Allah berikan bagi hamba-Nya.
Hubungan syukur nikmat, dan berkurban: menyembelih hewan kurban, dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, penyembelihan hewan kurban ialah sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu, dan saudara sesama muslim. Semua ialah fenomena kegembiraan dan syukur nikmat Allah bagi manusia, dan bentuk pengungkapan nikmat anjuran Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Ad-Dhuhaa ayat 11: _“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).”_
Kedua, penyembelihan hewan kurban ialah bentuk pembenaran atas apa yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan hewan ternak tak lain nikmat yang diperuntukkan bagi manusia. Allah mengizinkan manusia menyembelih hewan ternak sebagai bahan makanan. Penyembelihan ini salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah.
Disarikan dari berbagai sumber, ada pun hukum berkurban ini sunah muakkad. Alias, amat dianjurkan untuk dijalankan bagi umat Islam tiga kategori: baligh, berakal, mampu.
Secara pandu jalan, sedikitnya terangkum 17 landasan dalam Kitab Suci Al Qur’an, dan Hadist Rasulullah Muhammad SAW; soal perintah untuk, keutamaan bagi segenap umat muslim, tata cara pelaksanaan teknis, empat syarat yaitu jenis, usia, kesehatan dan biosekuritas, serta waktu sembelih; hingga adab beradab menjalankannya.
Pertama, Firman Allah SWT dalam QS Al Kautsar [108] ayat 1-3, bersaripati tentang perintah berkurban. Per transliterasi artinya:
_”Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad), nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”_
Kedua, Firman Allah SWT dalam QS Al Hajj [22] ayat 34, berikhtisar ihwal perintah dan hikmah berkurban, per transliterasi artinya:
_”Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu maka berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”_
Ketiga, Firman Allah SWT dalam QS Al Hajj ayat 36-37, berintikan perintah berkurban atas nama Allah untuk mengagungkan-Nya, bagikan daging kurban ke yang berhak dan meluruskan niat berkurban. Per transliterasi:
_”Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Allah telah menundukkannya (unta-unta itu) kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”_
Berikutnya, empat Hadist Nabi berintisari hukum ibadah berkurban. Yakni, keempat, Hadist Nabi Muhammad SAW dari Sayidah Aisyah Radhiallahu Anha (RA) istri Rasulullah terkait keutamaan berkurban seperti diriwayatkan Imam at-Tirmidzi, diriwayatkan kembali Ibnu Majah. Per transliterasi:
_”Dari Aisyah RA, berkata: sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Tidak ada amalan manusia yang lebih dicintai Allah pada Hari Idul Adha (Nahr) melebihi ibadah Qurban. Karena Qurbannya itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darahnya akan menetes pada tempat yang Allah tentukan sebelum (tetesan darah itu) jatuh ke bumi. Untuk itu hendaknya kalian merasa senang karenanya. Bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.”_
Kelima, Hadits Nabi seperti diriwayatkan Abu Mas’ud al-Anshari RA, dan didukung pendapat ulama antara lain Ahmad, Ibnu Hazm, Malik, dan Syafi’i, per transliterasi:
_”Sesungguhnya aku sedang tidak berkurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.”_
Keenam, Hadist Nabi seperti diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim. Per transliterasi:
_”Dari Abu Hurairah berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.”_
Ketujuh, Hadits Nabi seperti diriwayatkan Imam Muslim, per transliterasi berbunyi:
_“Jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah, dan seseorang di antara kalian hendak berkurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting).”_
Selanjutnya, dua Hadist yang menjelaskan jumlah hewan kurban yang disembelih atas dasar syariat yang Rasulullah tauladankan.
Yakni, kedelapan, Hadist Nabi sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, Rasul berkurban dua ekor kibas (domba), serta menyembelihnya sendiri. Per transliterasi, berbunyi:
_”Dari Anas berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah berkurban dengan dua ekor kambing yang gemuk (enak dipandang mata) dan bertanduk. Saya melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menyembelih dengan tangannya sendiri dan meletakkan kedua kakinya di atas pundak kambing itu, dan membaca basmallah dan bertakbir.”_
Dan, kesembilan, Hadist Nabi seperti diriwayatkan Imam at-Tirmidzi diperkuat Ibnu Majah, per transliterasi:
_”Dari Ibnu Abbas RA, berkata, ”Dahulu kami pernah bersafar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam lalu tibalah hari raya Idul Adha, maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedang untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”_ [HR Tirmidzi Nomor 905, Ibnu Majah Nomor 3131]
Secara kalkulator, kurban kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Rasul menyembelih dua kambing, satu untuknya dan keluarga, satu untuknya dan umatnya. Sapi dan unta untuk tujuh orang. Berkurban hewan yang mandul, dibolehkan. Bahkan Rasulullah berkurban dua domba mandul, konon dagingnya lebih empuk.
Berikut, dua Hadist Nabi yang berintikan dibolehkannya menyimpan daging hewan kurban dan membagikannya melewati Hari Tasyrik, yakni hari raya umat Islam yang jatuh pada hari setelah 10 Dzulhijjah tahun Hijriyah, bertepatan hari umat Islam yang menunaikan kewajiban ibadah haji tengah di berada Mina, Arab Saudi, untuk melempar jumrah, tepatnya tanggal 11-13 Dzulhijjah.
Dahulu kala, di Arab Saudi hari Tasyrik ini dimaknai sebagai waktu untuk menjemur daging hewan kurban di bawah sinar sang surya. Di hari Tasyrik umat Islam disunahkan kumandangkan takbir usai salat fardhu.
Hadist dimaksud yakni, kesepuluh, Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, per transliterasi berbunyi:
_”Dari Salamah bin al-Akwa’, berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa yang menyembelih hewan kurban, janganlah dia menyisakan sedikit pun dagingnya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (13 Dzulhijjah).”_
_Saat tiba hari raya kurban tahun berikutnya, mereka (para Sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliau menjawab: “(Tidak) untuk sekarang, silakan kalian makan, berikan pada yang lain, dan silakan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu, manusia ditimpa kesulitan (kelaparan), sehingga aku ingin kalian membantu mereka.”_
Dan, kesebelas, Hadits Nabi, diriwayatkan Imam Muslim dan Imam al-Baihaqi, per transliterasi berbunyi:
_”Dari Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Wahai penduduk Kota Madinah, janganlah kalian makan daging kurban melebihi tiga hari.” Mereka mengadu pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat), dan pembantu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya kepada yang lain, menahannya atau menyimpannya.”_
Selanjutnya, ihwal syarat usia hewan kurban yakni kedua belas, Hadits Nabi Muhammad SAW seperti diriwayatkan Imam Muslim, per transliterasi berbunyi:
_”Dari Jabir RA, berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian maka sembelihlah jadza’ah dari domba.”_ [HR Muslim, Nomor 1963]
Apa itu “musinnah”? Dari asal kata bahasa Arab “sinnun” berarti gigi, musinnah dapat diartikan: telah berumur alias telah dewasa. Ulama sekompak bahwa syarat umur hewan kurban harus disesuaikan dengan jenisnya.
Hewan ternak calon hewan kurban, harus yang telah dewasa sempurna dan berganti paling sedikit sepasang gigi serinya tanggal.
Ini seperti pernah disampaikan oleh Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Nanung Danar Dono, kepada jurnalis Harian Republika, Ratna Ajeng Tejomukti, dengan diredakturi Nashih Nashrullah, ditayangkan edisi Jumat 26 Juni 2020 silam.
Pergantian sepasang gigi seri, dari gigi seri susu menjadi gigi seri permanen tersebut, “Pada rahang bawah ternak kambing atau domba umumnya terjadi setelah berusia minimal 14 sampai 16 bulan, sapi atau kerbau setelah minimal 24 bulan, unta setelah minimal 60 bulan,” jelas Nanung, disitat kembali dan diakses ulang dari Bandarlampung, pada Kamis (7/7/2022).
Selanjutnya, apa itu “jadza’ah”? Kelanjutan bunyi Hadist di atas, bila memang sudah mentok hewan kurban kategori musinnah tak tersedia musabab faktor kelangkaan, over demand, atau force majeur seperti tengah musim perang, krisis iklim, atau wabah eksponensial, barulah umat muslim diizinkan berkurban dengan hewan kurban yang masih jadza’ah, mendekati dewasa.
Terkait, menggenapinya, rerata pendapat yang masyhur di kalangan fuqaha (kata majemuk bagi faqih atau ahli fiqih: ahli bidang yurisprudensi atau hukum-hakam terkait peribadatan ritual perseorangan atau konteks sosial umat Islam), musinnah masing-masing: dari kambing yaitu yang telah berusia setahun (masuk tahun kedua), sapi yang telah berusia dua tahun (masuk tahun ketiga), dan unta yang telah genap lima tahun (masuk tahun keenam). Khusus domba, yang telah berusia 6 bulan-1 tahun.
Lanjut, tiga Hadist terkait syarat kesehatan hewan kurban, dimana Rasulullah tegas menyebut empat macam hewan cacat fisik yang tak sah dijadikan hewan kurban. Dan, imbuhan biosekuritas, apabila ditemalikan dengan kontekstualitas situasi kekinian di Tanah Air, ambil studi kasus meruyaknya wabah penyakit mulut dan kuku.
Yakni, ketiga belas, Hadist Nabi seperti diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dan Abu Dawud. Per transliterasi, berbunyi:
_”Dari al-Barra bin Azib RA, berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan Qurban, yaitu: yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, yang (kakinya) jelas-jelas pincang dan yang (badannya) kurus lagi tak berdaging.”_
[HR. At-Tirmidzi Nomor 1417 dan Abu Dawud Nomor 2420, Hasan sahih]
Keempat belas, Hadist Nabi, diriwayatkan Imam al-Nasai. Per transliterasi berbunyi:
_”Dari Ubaid bin Fairuz, Aku berkata kepada al-Barra bin Azib RA: “Ceritakan kepadaku mengenai apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dari hewan kurban! al-Barra berkata: “Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam berdiri, dan tanganku lebih pendek daripada tangannya, kemudian Beliau bersabda: “Empat sifat yang tidak mencukupi untuk berkurban, yaitu; buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya; sakit yang jelas sakitnya; pincang yang jelas pincangnya; dan yang tidak memiliki sumsum (kurus kering)._
_Al Barra berkata, Aku tidak menyukai (hewan kurban) yang pada tanduknya terdapat kekurangan dan pada giginya terdapat kekurangan. Rasulullah bersabda: “Apa yang tidak engkau sukai, maka tinggalkanlah dan janganlah engkau mengharamkannya atas seseorang.”_
Kelima belas, Hadist Nabi yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi, per transliterasi berbunyi:
_”Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali al-Hulwani] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Syarik bin Abdullah] dari [Abu Ishaq] dari [Syuraih bin An Nu’man Asha’idi] dan dia adalah orang Hamdan] dari [Ali bin Abu Thalib] ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memerintahkan kami memperhatikan baiknya mata dan telinga (hewan kurban). Beliau juga melarang kami untuk berkurban dengan hewan yang cacat telinga bagian depannya, dan tidak pula cacat telinga bagian belakangnya, tidak yang terbelah-belah daun telinganya dan tidak pula yang terdapat lubang bundar pada daun telinganya.”_
_”Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ubaidullah bin Musa] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Isra’il] dari [Abu Ishaq] dari [Syuraih bin Nu’man] dari [Ali] dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam seperti Hadist tersebut. Dia menambahkan, Ali berkata: “Muqabalah adalah hewan yang terpotong pada sisi ujungnya. Mudhabarah adalah hewan yang terpotong pada sisi telinganya. Syarqa’ hewan yang telinganya terbelah; dan Kharqa hewan yang telinganya berlubang.”_
_Abu Isa berkata: “Hadist ini derajatnya hasan shahih. Dan Syuraih bin an-Nu’man Ash-Sha’idi berasal dari Kufah, dan termasuk dari sahabat Ali. Syuraih Ibnul Harist Al Qindi Abu Umayyah Al Qhadi telah meriwayatkan dari Ali, mereka semua masih sahabat Ali yang hidup dalam satu masa. Perkataan Ali ‘memperhatikan baiknya’ maksudnya adalah memperhatikan kesehatan hewan kurban.”_
Dari itu, hewan kurban harus sehat, kondisi tubuhnya sempurna atau tak boleh cacat yang menyebabkan harga jualnya jatuh.
Berikut, dua Hadist Nabi seputar syarat waktu penyembelihan hewan kurban, yakni keenam belas, Hadits Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan Imam al-Bukhari, per transliterasi berbunyi:
“Dari al-Barak bin Azib RA, berkata: “.. siapa yang menyembelih hewan sebelum salat Idul Adha maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (tidak dianggap ibadah kurban), dan siapa yang menyembelih hewan setelah salat Id maka telah sempurna ibadah kurbannya dan telah menunaikan sunnahnya kaum muslimin.”
Dan pamungkas, ketujuh belas, Hadits Nabi Muhammad SAW seperti diriwayatkan al-Baihaqi, per transliterasi berbunyi:
_”Dari Jubair bin Muth’im dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Semua Mina adalah tempat menyembelih (hadyu) dan semua hari Tasyriq adalah waktu untuk menyembelih.”_
Bersambung. [red/Muzzamil].