Duka LVRI dan Pejuang Bravo Lima, Mayjen Purn Zainal Abidin Kini Tiada

PROFIL & SOSOK

BANDARLAMPUNG , LV — Lagi, kabar duka. Kali ini datang dari keluarga besar Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan organisasi kemasyarakatan pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo, Pejuang Bravo Lima.

Sempat dikabarkan kritis, bertepatan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020 dan pelaksanaan pilkada 2020, pada Rabu (9/12/2020), Allah Maha Kuasa memanggil jua.

Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Zainal Abidin HS, S.IP., sosok dipanggil itu, akhirnya mengembuskan napas terakhirnya sekira pukul 21.35 Waktu Indonesia Barat, Rabu malam.

Kepala Departemen Ideologi, Politik, dan Keamanan (Idpolkam) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LVRI kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 12 Juli 1947 itu wafat sepuh, 73 tahun, usai bertarung melawan penyakitnya.

Veteran bintang tiga pemilik Nomor Pokok Veteran (NPV) 08.025.363, itu termasuk mereka yang disemati oleh negara, Piagam Veteran RI Operasi Seroja Timor Timur 1975.

Menikah di usia prima, mempersunting gadis pujaannya, Susmumfa’atiningsih, saat mendiang muda menginjak usia 25 tahun, 16 September 1972 silam ini, karir militernya relatif moncer.

Menjalankan tugas negara sebagai Atase Pertahanan (Athan) Kedutaan Besar RI (KBRI) Dhaka, Bangladesh (1991-1994) saat berusia 44 tahun, Zainal lalu kembali ke Tanah Air pindah tugas sebagai Komandan Resimen Induk Komando Daerah Militer (Danrindam) VIII Trikora (1994-1995). Kepangkatan lazim, kala itu ia kolonel.

Hampir dua tahun bertugas di (saat itu masih) Irian Jaya, dia dimutasi sebagai Perwira Pembantu (Paban) Operasi Mabes TNI 1995-1996, sebelum pecah reformasi ditugasi pula jadi Komandan Observer di Filipina 1997-1998.

Merujuk periodisasinya, almarhum turut jadi saksi sejarah reformasi militer era dua presiden, dua panglima.

Dia menjabat salah satu Staf Ahli Panglima TNI 1998-2000. Seperti diketahui, di masa terakhir Soeharto berkuasa, di Kabinet Pembangunan VII 1998-2003, terdapat jabatan rangkap Menhankam/Panglima ABRI, dijabat oleh Jenderal TNI Wiranto.

Aktor militer utama era reformasi ini menjabat salah satu posisi trumvirat itu sejak 16 Februari 1998, hingga Soeharto lengser keprabon 21 Mei 1998, ditundukkan oleh histeria massa rakyat proreformasi seantero negeri.

Wakil Presiden BJ Habibie naik tahta, Presiden ke-3 RI ini masih memercayai Wiranto, Menhankam/Panglima ABRI. Keduanya bak sejoli, mengeksekusi berbagai tuntutan gerakan reformasi 1998, termasuk reformasi militer.

Tuntutan reformasi, pencabutan Dwifungsi ABRI, didalamnya termasuk pemisahan tegas antara tentara –alat pertahanan, dan polisi –alat keamanan negara, tunai era Habibie. Wiranto ialah Pangab terakhir, sekaligus Panglima TNI pertama pascareformasi, sejak ABRI resmi kembali ke barak, kembali ke ‘khittah’ sebagai tentara profesional berubah jadi TNI pada 1 April 1999.

Jabatan Wiranto satu rel Habibie, kala Sidang Istimewa MPR pada 20 Oktober 1999 kemudian tegas menolak laporan pertanggungjawaban Presiden RI sekaligus Mandataris MPR BJ Habibie 14 Oktober 1999. Dan, Wiranto terakhir menjabat 26 Oktober 1999.

Di tanggal itu pula, Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, kali pertama buat sejarah militer dengan mengangkat eks Kepala Staf TNI-AL yang saat itu praktis hanya tiga bulan, kurun Juli-Oktober Wakil Panglima TNI, Laksamana TNI Widodo Adi Soetjipto sebagai Panglima TNI, hingga 7 Juni 2002 sebelum diganti Jenderal TNI Endriartono Sutarto.

Loading