Catur Kendali Pilkada Tengah Pandemi

(Ketua Badan Pekerja Centre for Democracy and Participative Policy Initiatives Studies (CeDPPIS)
OPINI DAN PUISI

Oleh : Muzzamil

Jum’at (4/9/2020), saat Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 merilis angka terkonfirmasi positif Covid-19 tembus 187 ribuan kasus di Tanah Air, merupakan hari pertama pendaftaran pasangan calon kepala daerah dalam pilkada serentak 2020.

Hingga tenggat 24.00 Waktu Indonesia Barat, Minggu (6/9/2020), hari terakhir, sebagaimana beleid Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 5/2020.

Tentang Perubahan Ketiga atas PKPU 15/2019 tentang Tahapan Program Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.

Pintu kantor pelaksana hajat pilkada serentak gelombang keempat untuk kepala daerah produk politik pilkada 9 Desember 2015 ini resmi dibuka di 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota) se-Indonesia.

Bagi penantang petahana, wajah baru muka lama, usungan parpol/gabungan parpol maupun calon perseorangan/independen, hingga diumumkan saat penetapan paslon 23 September 2020, sah sandang status peserta pilkada.

Disusul pengundian dan pengumuman nomor urut, pada 24 September 2020.

(kendati angka pasti belum bisa dirinci sampai tanggal penetapan) Merekalah, petarung pilkada serentak nasional pertama kali dalam sejarah pilkada Indonesia pascareformasi di tengah situasi kahar musuh terbesar dari 217 negara terjangkit planet Bumi abad ini.

Demi menyebut 9 provinsi dimaksud, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Serta 224 kabupaten per abjad berikut, Asahan, Humbang Hasundutan, Karo, Labuhan Batu, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara, Mandailing Natal, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Pakpak Bharat, Samosir, Serdang Bedagai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Toba Samosir. Ada 17 di Bumi Tortor Sumatera Utara.

10 di Bumi Tuah Sakato Sumatera Barat: Agam, Dharmasraya, Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok, Solok Selatan, dan Tanah Datar.

Di Bumi Bertuah Negeri Beradat Riau: Bengkalis, Indragiri Hulu, Kepulauan Meranti, Kuantan Singingi, Pelalawan, Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Siak.

Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, ada empat: Batanghari, Bungo, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur. Di Bumi Sriwijaya Sumatera Selatan, ada tujuh: Musirawas, Musirawas Utara, Penukal Abab Lematang Ilir, Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu, OKU Selatan, dan OKU Timur.

8 di Bumi Raflessia: Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Kepahiang, Lebong, Mukomuko, Rejang Lebong, dan Seluma.

Sembilan di Bumi Serumpun Sebalai Kepulauan Bangka Belitung: Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Tengah, Belitung Timur, Bintan, Karimun, Kepulauan Anambas, Lingga, Natuna.

Dua kabupaten di provinsi berdiam situs cagar alam warisan dunia Ujung Kulon Banten: Pandeglang dan Serang.

7 di Bumi Gemah Ripah Répéh Rapih Jawa Barat: (Kabupaten) Bandung, Cianjur, Indramayu, Karawang, Pangandaran, Sukabumi, Tasikmalaya.

16 di Jateng ‘Gayeng’: Blora, Demak, Grobogan, Kebumen, Kendal, Klaten, (Kabupaten) Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Purworejo, Rembang, (Kabupaten) Semarang, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, dan Wonosobo.

Di Bumi Hamemayu Hayuning Bawana DI Yogyakarta: Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman. 16 di Bumi Jer Basuki Mawa Béya Jawa Timur: Banyuwangi, (Kabupaten) Blitar, Gresik, Jember, Kediri, Lamongan, (Kabupaten) Malang, Mojokerto, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Situbondo, Sidoarjo, Sumenep, Trenggalek, dan Tuban.

Lima di Bumi Bali Dwipa Jaya: Badung, Bangli, Jembrana, Karang Asem, dan Tabanan. 10 di provinsi duo Lombok-Sumbawa, Nusa Tenggara Barat: Bima, Dompu, Lombok Tengah, Lombok Utara, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat.

Ada Belu, Malaka, Ngada, Sabu Raijua, Timor Tengah Utara, lima di provinsi muasal dua legenda lagu daerah –Anak Kambing Saya dan Potong Bebek Angsa, Nusa Tenggara Timur.

Geser utara Bumi Akçaya: Bengkayang, Kapuas Hulu, Ketapang, Melawi, (Kabupaten) Sambas, Sekadau, dan (Kabupaten) Sintang Kalimantan Barat.

Satu, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Bumi Tambun Bungai. Lima di selatan Borneo, Bumi Lambung Mangkurat: Balangan, Banjar, Hulu Sungai Tengah, (Kabupaten) Kotabaru, dan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Di Benua Etam, provinsi calon ibu kota negara baru terpilih, Kalimantan Timur: Berau, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Mahakam Ulu, dan Paser. Ada enam.

Di Benuanta, –anak mekar Kalimantan Timur: Bulungan, (Kabupaten) Malinau, Nunukan, dan Tana Tidung, Kalimantan Utara.

Empat di bumi bermoto magis, “Si Tou Timou Tumou Tou” Sulawesi Utara: Bolaang Mongondow/Bolmong Selatan, Bolmong Timur, Minahasa Selatan, Minahasa Utara.

Bumi ‘Nosarara Nosabatutu’ Sulawesi Tengah, ada Banggai, Banggai Laut, Morowali Utara, Poso, Sigi, Toli-Toli, Tojo Una-Una.

Keep the faith, 11 di Bumi Toddo’ Puli, Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Gowa, Kepulauan Selayar, Luwu Timur, Luwu Utara, Maros, Pangkajene Dan Kepulauan, Soppeng, Tana Toraja, dan Toraja Utara.

Baca Juga:  Konferensi PWI Kartu Mati dan Mandat?

Di provinsi benteng terluas di dunia versi MURI-Guiness Book of Record 2006 berada, Sulawesi Tenggara: Buton Utara, Kolaka Timur, Konawe Kepulauan, Konawe Selatan, Konawe Utara, Muna, dan “surga” Wakatobi.

Di provinsi ke-32 Gorontalo: Bone Bolango, (Kabupaten) Gorontalo, dan Pohuwato. Empat di Sulawesi Barat: Majene, Mamuju, Mamuju Tengah, Mamuju Utara.

Empat juga di bumi Siwa Lima, Maluku: Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya, dan Seram Bagian Timur.

Enam di Bumi Marimoi Ngone Futuru, Maluku Utara: Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Halmahera Utara, Kepulauan Sula, dan Pulau Taliabu.

Di Papua, 11: Asmat, Boven Digoel, Keerom, Mamberamo Raya, (Kabupaten) Merauke, Nabire, Pegunungan Bintang, Supiori, Waropen, Yahukimo, Yalimo.

Sembilan di Papua Barat: Fakfak, Kaimana, Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, dan Teluk Wondama.

Lanjut 37 kota, Sumatera: Binjai, Gunung Sitoli, Medan, Pematang Siantar, Sibolga, Tanjung Balai, Bukittinggi, Solok, Dumai, Sungai Penuh, Batam.

Jawa-Balinusra: Depok, Cilegon, Tangerang Selatan, Magelang, Pekalongan, Semarang, Surakarta, Blitar, Pasuruan, Surabaya, Denpasar, Mataram.

Kalimantan: Balikpapan, Banjarbaru, Banjarmasin, Bontang, Samarinda. Bitung, Manado, Palu, Tomohon (Sulawesi). Serta Maluku Utara: Ternate, dan kota terluas ketiga di Indonesia setelah Palangka Raya dan Dumai, Tidore Kepulauan.

Belum disebut, tak lain 8 kabupaten/kota di Lampung: Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Pesawaran, Pesisir Barat, dan Way Kanan, Kota Metro, Bandarlampung.

Satu lagi, Makassar. Khusus pemilik nama Ujung Pandang 1971-1999 ini, ini pilkada ulang 2018. [Kapuspen Kemendagri Bahtiar, 13 Juni 2019]

Seputar pendaftaran paslon, selain romantika mimbar bebas arak-arakan, orasi politik deklarasi pencalonan lanjut daftar ke KPU, sadar tengah pandemi, disayangkan masih jamak pelanggaran akut protokol kesehatan entah larut entah abai PKPU 10/2020.

Simpul sederhana, penyelenggara dan peserta pilkada, masih gagap protokol pilkada ditengah pandemi, atau masih gagap mitigasi risiko tata pilkada ditengah pandemi, untuk tidak serta-merta mengatakan gagap pandemi.

Selintas aneh tapi nyata. Bukankah pilkada identik dengan histeria massa? Tidakkah, bagian hakikat pilkada ya mencari dukungan massa rakyat calon pemilih sebanyaknya?

Ini kali dibatasi. Masa kampanye 26 September-5 Desember nanti di ruang tertutup maksimal 50 orang. Bah!

Inilah guru pertama, digitalisasi kerja-kerja penggalangan dukungan politik, penaikan elektabilitas politik paslon berkampanye sesuai nomenklatur.

Yakni, kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Kampanye pilkada merujuk ini.

Namun, taroh ini kita switch on dari pendaftaran paslon, serba dibatasi instrumen pengatur. Hemat penulis, semata agar bersesuaian ukur, yang diabdikan demi menjaga catur kendali.

Pertama, pencegahan persebaran/pemutusan rantai penularan Covid-19. Ini cakupan terluas republik, dan bukan sebatas pada ihwal pilkada, an sich.

Kedua, terjaganya situasi politik agar sebangun dengan upaya penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi, dalam bauran kohesinya dengan upaya pembuktian implementatif salah satu alasan mendesak pilkada serentak yang termaktub dalam Perppu Pilkada.

Yakni, dalam Bagian Menimbang huruf (b) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, ditetapkan 4 Mei 2020.

Alasan itu, pilkada serentak 2020 (setengah dipaksakan) untuk tetap dilaksanakan (lebih sahih, tetap dilanjutkan pelaksanaan umum/teknis penyelenggaraannya) dan tetap (terjamin) dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas ditengah situasi pandemi adalah demi menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Sebagai catatan kaki, namun penting, tetap dengan mengakomodir aspek darurat tak terduga (force majeur), misal keparahan eksponensial wabah yang tetiba mengganas tanpa kendali di luar batas kemampuan manusia selaku makhluk Tuhan (jangan sampai ya Allah!), gelombang kedua pandemi ambil pemisalan, Perppu Pilkada pun telah mewadahi proteksi yuridisnya.

Suara deras publik merespons poin ini termasuk seperti antara lain ditangkap pun diteriakkan beragam kesempatan senator Lampung, Bustami Zainuddin.

Anggota DPD/MPR 2019-2024 nomor B-32 dapil Lampung, peraih 245.784 suara sah Pemilu 2019 itu, 7 Agustus 2020 menegaskan mandatori DPD RI memberikan rekomendasi kebijakan penyelenggaraan pilkada serentak berhari pencoblosan 9 Desember 2020 yang (jika tiada penundaan) diprediksi akan berlangsung ditengah pandemi.

Berbicara pada Diskusi Publik BaraJP ‘Democracy Ala New Normal COVID-19’ di Bandarlampung, Bustami, “Syarat-syarat (agar tahapan pilkada serentak dapat dilangsungkan) (dari) kita (DPD) itu ketat lho!” lugas. [rmollampung.id, 09/08/2020]

Baca Juga:  Praktisi Hukum Jelaskan Putusan MK Tentang Eksekusi Jaminan Fiducia

Termasuk, upaya konstitusional DPD mengawal pelaksanaan beleid Pasal 201A ayat 3 Perppu Pilkada.

“Pasal 201 ayat tiga, kita kunci dengan ini. Jika pandemi ini bukannya makin turun malah meningkat, stop pilkada! Ini UU ini!” Bustami saat itu, disaksikan tokoh pers Bambang Eka Wijaya, dan akademisi FH Unila Yusdianto Alam, serta peserta diskusi bagian resesnya.

Asal tahu, Pasal 201A ayat (3) Perppu Pilkada, terang-benderang mengatur pemungutan suara dapat diundur lagi apabila memang pada Desember 2020 nanti pemungutan suara belum bisa dilaksanakan.

Ribut-ribut pilkada ditengah pandemi ini, jauh sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam raker dengan Kemendagri 24 Juni 2020, telah mengintensi pemerintah melalui Kemendagri agar penerapan protokol kesehatan ketat ditengah pandemi saat penyelenggaraan pilkada serentak Desember 2020.

Patut disyukuri, selain puncak diskursus Maret-Mei lalu, urgensi pilkada ditengah pandemi, Perppu Pilkada juga merupakan dasar hukum penundaan pelaksanaan pilkada serentak dari 23 September 2020 jadi 9 Desember 2020 yang notabene mitigatif, promitigasi risiko pandemi.

Per derivatif, PKPU 10/2020 menjadi instrumen teknisnya. Kini tinggal kita, mau tidak, berdisiplin menjalankannya!

Penyesuaian aturan main pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan, yang mendasari pelaksanaan pilkada saat wabah, tegas eksplisit di Perppu ini.

Beberapa, yakni Perubahan Pasal 120 serta penambahan Pasal 122A dan 201A, atau lengkapnya:

Perubahan Pasal 120 ayat (1) menjadi, “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan.”

Tambahan frasa ‘bencana nonalam’ tertera disana. Kendati cuma itu frasa tambahan dari ketentuan sebelumnya, mengutip Bivitri Susanti, penambahan itu esensial. Covid-19 telah dinyatakan Presiden Jokowi sebagai bencana nonalam, berdasar Keppres 12/2020.

Lingkup batasan pemilihan lanjutan/pemilihan serentak lanjutan ini? Pasal 120 ayat (2): ‘’Pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak yang terhenti.”

Dasar hukum pelaksanaannya? Antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 1 (satu) pasal, untuk Pasal 122A yang pada Pasal 122A ayat (1).

Berbunyi, ‘’Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan’’.

Pun tak bisa semena, dibunyikan Pasal 122A ayat (2), bahwa penetapan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak serta pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR.

Selanjutnya melalui senjata legal PKPU baru bisa dieksekusi pelaksanaannya. ‘’Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU.” [Pasal 122 A ayat (3)].

Terkait pemungutan suara, di antara Pasal 201 dan Pasal 202 disisipkan 1 (satu) pasal, untuk Pasal 201A ayat (1) berbunyi, ‘’Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1)’’.

‘’Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020,’’ bunyi Pasal 122 ayat (2).

Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, menurut Pasal 122 ayat (2), pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud Pasal 122A.

Penulis, bagian yang tinggi harapan, poin terakhir penundaan pemungutan suara ini cukup jadi pijakan, namun terpulang apa kehendak Allah semata.

Ketiga, demi 9 Desember tak tertunda, tidak bisa tidak, mau tak mau, suka tak suka, tanpa harus menunggu tahapan terlama –71 hari kampanye, seluruh pemangku pilkada termasuk di Bumi Ruwa Jurai patut saling menyemangati dan terutama saling mengingatkan.

Soal apa? Soal patuh, soal berdisiplin ketat protokol kesehatan pandemi.

Agar apa? Tak tak melulu, publik dijejali banjir warta bandang fakta jika pelaksanaan tahapan demi tahapan pilkada ini abai protokol, abai mitigasi, bahkan untuk tidak mengatakan abai keselamatan nyawa sendiri.

Saking abainya, hingga bentang indah visi, misi, program kerja dan citra diri kandidat pilkada akhirnya tutup gerai, termoreng kesalahan sendiri, kasih tak sampai.

Histeria massa usah bikin “terlena”. Lagu bersejarah Ikke Nurjanah ini –tak bermaksud mendelegitimasi, kita abadikan jadi dendang virtual andal galang suara saat kampanye.

Baca Juga:  Moral Hazard Penyelewengan Belanja Perjalanan Dinas Dalam Pengelolaan Keuangan APBN

Keempat, catur kendali terakhir ihwal kolaborasi. Pilkada serentak 2020 hajat bersama. Kegotongroyongan seluruh pemangku pilkada dalam proses pembumian pilkada sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di tingkat daerah, menjadi utama.

Menyebut, penyelenggara (pelaksana, pengawas, sentra Gakkumdu), peserta, pemantau, rakyat pemilih, penegak hukum pilkada, plus pemerintah daerah, tokoh publik, Organisasi Rakyat, media massa, serta lainnya.

Dan, terkini, dalam derajat tertentu, harus pula punya idealisasi deret ukur sinergi mitigasi kolaboratif antara rezim pilkada dengan Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (setempat), sebagai jalan nyata.

Kepada peserta pilkada, penulis turut menyeru, memasuki kampanye nanti, pemanfaatan model kampanye melalui platform teknologi informasi digital berbasis dalam jaringan/daring atau kampanye virtual, per dini patut jadi pertimbangan solusi maksimal.

Kandidat pilkada serentak 2020 patut menjadi pelopor transformasi pemilu-pilkada digital menuju praktik ideal seleksi politik tradisi demokrasi masyarakat sipil modern masa depan.

Kecanggihan teknologi komunikasi multiplatform, bisa jadi ‘digital uniform’ kampanye. Ragam aplikasi pertemuan daring, videotelekonferensi –inspirasi 170.845 kelompok warga peserta virtual upacara kenegaraan pengibaran dan penurunan bendera merah putih HUT ke-75 RI di Istana Negara, 17 Agustus 2020, bisa dicoba.

Selain raksasa media sosial Facebook, Instagram, WhatsApp, Messenger, Youtube, Telegram, TikTok, dan lainnya, terangkum saat ini terdapat sedikitnya 24 aplikasi pertemuan virtual beragam sistem operasi, untuk komputer pribadi dan ponsel pintar, bisa dimanfaatkan.

Perinci abjad, Adobe Connect, Amazon Chime, AnyMeeting, Blue Jeans, Cisco Webex, Click Meeting, Facetime, Google Duo, Google Hangout, GoToMeeting, HighFive, Jitsi Meet, Join Me, Slack, Skype, Teams, UberConference, WhatsApp, Zoho Meeting, dan Zoom. Buatan Indonesia ada Biznet Meet, dan Qiscus Meet. [Imam, Trikinet, DailySocial]

Dua lain, 8×8 dan Talky, bebas unduh dan registrasi, bareng Skype dan Jitsi. [The NextWeb]

Di luar kendala keterbatasan akses internet tentu, pemodelan kampanye kreatif dengan kreasi jangkauan usia pemilih sesuai ketentuan berlaku dan target internal penggalangan suara.

Serta, kampanye rasional dengan terus mengedepankan spirit berdemokrasi dengan penuh riang gembira sebagai bagian virus cinta obat mujarab rakyat dalam perang total melawan pandemi, Inshaallah. Jangan ragu.

Buah mahal demokratisasi ekonomi-politik pascamalapraktik depolitisasi dan deideologisasi rezim kapitalis-militeristik Orde Baru 1968-1998, per kini rakyat calon pemilih terus memiliki bentukan baru (deformasi) kecerdasan politiknya sendiri. Suara rakyat, suara Tuhan, bukan KW-KW.

Dan pada seluruh rakyat calon pemilih, sebagai sesama anak bangsa, penulis ingin sekali mengajak kita semua terus menyuarakan aspirasi.

Meski masih panjang perjalanan, terus bijak bestari, salah satunya dengan membukukan satu demi satu daftar janji kampanye politik kandidat pilkada nanti. Catat, referensikan, dan kelak sama-sama tagih janji.

Merpati (saja) tak pernah ingkar janji. Andai kelak kandidat terpilih-terlantik cidera janji, tetap tersenyum ingatkan, sebagaimana penulis coba kutipkan dari bunyi pidato pertama khalifah pertama penerus perjuangan Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar RA.

Pidato pertama Abu Bakar, seorang Quraisyi pilihan ideal –mendampingi Rasulullah sejak awal, dianggap paling memahami risalah Rasul, sahabat Nabi yang merupakan golongan as-sabiqun al-awwalun yang raih gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq, usai dibaiat disaksikan tiga kutub peserta pemilihan Khulafaur Rasyidin itu, di balai pertemuan Bani Saidah, Madinah, usai meninggalnya Rasulullah tanpa meninggalkan wasiat kepada sahabat:

_”Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bila mana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mematuhiku. Berdirilah (untuk) shalat, semoga rahmat Allah meliputi kamu.”_

Akhir kata, karena sehat tak dapat diwakilkan, tetap pakai masker/pelindung wajah (face shield) jika berkegiatan di luar rumah/ruang publik, tetap jaga jarak fisik minimal satu meter, sesering mungkin cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Tetap aman dan produktif, semangat! [*]

 833 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.