Mbah Yem Di Gubuk Reot Berteman Sakit

Mbah Yem Di Gubuk Reot Berteman Sakit
BLT Covid-19 Dana Desa Penyambung Hidup, Mbah Yem Di Gubuk Reot Berteman Sakit (Poto:dok-Udo)
WAY KANAN

Way Kanan,lampungvisual.com-
“Mbah Yem Di Gubuk Reot Berteman Sakit”. Hangatnya Sinar matahari menerawang masuk menembus celah-celah dinding geribik, sesekali riuh rendah suara gemerisik angin yang menderu acap menggoyangkan dinding geribik yang usang dan terlihat tak rapi itu.

Rumah petak berukuran sekitar 20 meter persegi tersebut dihuni wanita renta yang hidup tanpa sanak keluarga.Wajahnya tampak lusuh, beberapa kerutan dan tonjolan tulang terlihat jelas menghias rautnya, menanda usia lanjut yang dimiliki Marsiyem. Usianya yang sudah menginjak delapan puluh tahun harus bergelut dengan sepi dan kesendirian. Wanita renta yang akrab dipanggil Mbah Yem tersebut bertahan hidup dengan kondisi yang memprihatinkan.

Siang itu, diberanda tidurnya dengan kasur lusuh dan sedikit mengeluarkan aroma tak sedap, bertutup kelambu, Marsiyem atau Mbah Yem terbaring dengan suhu badannya yang panas. “Meriang,” begitu sepenggal kata buat mbah Yem yang bertahan dengan sakitnya tanpa pengobatan.

Rambutnya yang memutih, diikat karet gelang, tetapi masih terlihat acak-acakan. Beberapa saat kemudian, Mbah Yem bangun dari balai-balai tidurnya yang terlihat mulai rapuh. Salah satu ujung penyangga tempat tidur itu diikat menggunakan selendang kawung.

“Mbah Yem Di Gubuk Reot Berteman Sakit”.

Wanita renta yang harus menjalani kesendirian karena suaminya Mbah Japar meninggal dunia pada medio tahun 1990, mencoba berdiri dan beranjak ke bangku papan yang tidak jauh dari tempat tidurnya.

Mengenakan baju ciri khas jawa corak hijau dengan beberapa lipatan lusuh dan berkain coklat bermotif kuning, Mbah Yem dengan gontai duduk dibangku panjang itu, sambil sesekali terdengar dari mulutnya cerita tentang kehidupannya.

Rumah amat sangat sederhana tanpa lantai semen itu dihuninya sejak kedatanganya di Dusun 2 salah satu Kampung di Kecamatan Rebang Tangkas Kabupaten Way Kanan, pada tahun 1973 bersama suami yang kini telah meninggalkannya.

Tepat diantara duduknya, sebuah termos berisikan air hangat yang menjadi hidangan tiap hari bagi wanita itu. Untuk menghilangkan rasa lapar yang kerap menghias perutnya, Marsiyem hanya menunggu uluran belas kasihan dari para tetangga.

Kini saat Adanya Pandemi Covid-19 ,di Tahun 2021 Pemerintah Kampung setempat memberikan uang sebesar Rp.300 ribu perbulan yang dianggarkan dari Dana Desa, sungguh membantu meringankan beban Mbah Yem Kendati harus menunggu hingga tiga bulan lamanya, tetapi dengan adanya dana yang disebut Bantuan Langsung tunai (BLT), sebagai bentuk bantuan Pemerintah kepada Warga miskin terdampak Covid-19 sangat membantu meringankan beban hidup wanita tua itu.

“Nek mboten disukani tonggo teparo njih mboten nedi (kalau tidak dikasih tetangga ya gak makan). Sak niki enten BLT, njeh Alhamdulillah saget bantu gesang (Sekarang ada BLT, ya Alhamdulillah Dapat Membantu buat Hidup),” ujar Marsiyem terdengar lirih karena menahan rasa sakit yang telah dideritanya.

Kedua tangan terbalut kulit keriputnya sesekali memegang perutnya. Dengan usianya yang sangat uzur tak mampu lagi untuk mencari nafkah meski hanya untuk sesuap nasi. “Mboten gadah duit ajeng berobat (Tidak ada uang untuk berobat,” keluh Mbah Yem yang terlihat menitikkan air mata.

Tidak ada tempat berkeluh kesah, Marsiyem hanya terus mencoba bertahan hidup kendati sakit itu terus menggerogotinya. Acap kali hanya dengan segelas air minum hangat untuk menjinakan rasa laparnya.

“Saya berharap, ada orang yang bisa bantu Mbah Yem, karena kalau kami, hanya bisa bantu ala kadarnya saja,” ujar Kamidi,salah seorang warga setempat, yang juga tetangga Mbah Yem, Selasa (29/06/2021).(*/Fikri)

https://m.lampungvisual.com/

Loading

Tagged